KIM WONOKROMO

KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT

About Me

KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT

Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) merupakan revitalisasi dan reaktualisasi dari kelompencapir yang disesuaikan dengan paradigma pembangunan dan pemerintah dewasa ini, dengan mengedepankan prinsip demokrasi dan good governance. KIM berperan dalam memperlancar kontribusi dan distribusi informasi kepada masyarakat selain itu menjembatani antara masyarakat dan pemerintah dalam penyebaran informasi dan penyerapan serta penyerapan aspirasi. Masyarakat membentuk kelompok untuk mengatasi persoalan bersama melalui akses dan pemberdayaan informasi.

Adapun misi KIM, yaitu mendorong tumbuh dan berkembangnya kim secara mandiri, meningkatkan peranan kim dalam memperlancar arus informasi antar anggota masyarakat dan antara pemerintah dengan masyarakat, meningkatkan kemampuan anggota kim dan masyarakat dalam mengakses dan mengelola informasi untuk mengatasi kesenjangan informasi, dan engembangkan dan meningkatkan aktifitas kim dalam mendayagunakan informasi guna meningkatkan nilai tambah masyarakat dan menyerap/menyalurkan aspirasi masyarakat.

KIM WONOKROMO SURABAYA

Smart Service

WHAT I CAN DO

SOSIAL

EKONOMI

BUDAYA

Bagi warga Surabaya, Wonokromo memiliki bobot historis-psikologis dan watak sosio-budaya perkotaan yang monumental. Wonokromo dan Sawunggaling merupakan sentrum metropolitan Surabaya tempo doeloe. Dendang lagu “…semanggi suroboyo… lontong balap wonokromo…” adalah nyanyian keabadian yang melambangkan betapa pentingnya Wonokromo bagi arek-arek Suroboyo.
  • KEL. NGAGEL REJO
  • KEL JAGIR
  • KEL. DARMO
  • KEL. SAWUNGGALING
  • KEL. NGAGEL
  • KEL. WONOKROMO

My Blog

MY BEST WORKS
Geografi

 

Kecamatan Wonokromo

2015-09-10 15:16:23 +0700 Kecamatan Wonokromo
Profil :        

Kecamatan Wonokromo
Alamat Kecamatan Jalan Cisedane No. 51 Surabaya

Luas Wilayah 
 
Luas Kecamatan
8,47
Km2
Kepadatan & Jumlah Penduduk 
Kepadatan Penduduk
17341
Jiwa/Km2
Jumlah Penduduk :


Laki-laki
72224
Jiwa
Perempuan
74651
Jiwa

Jumlah Kelahiran & Kematian

Jumlah Kelahiran :


Laki – laki
1314
Jiwa
Perempuan
1240
Jiwa
Jumlah Kematian :


Laki – laki
453
Jiwa
Perempuan
340
Jiwa
Jumlah Penduduk Datang & Pindah
Penduduk Datang :


Laki – laki
1508
Jiwa
Perempuan
1465
Jiwa
Penduduk Pindah :


Laki – laki
1992
Jiwa
Perempuan
2006
Jiwa

Jumlah Transmigran :

 
Jumlah Transmigran
3
Orang
Jumlah Realisasi KTP :
Jumlah Realisasi Pembuatan KTP
32956
Lembar
Jumlah KTP selesai per bulan :


WNI
32948
Lembar
WNA
8
Lembar
Jumlah Kartu Calon Penduduk
555
Lembar
Jumlah Kartu Penduduk Musiman
320
Lembar
Keluarga Berencana (KB) :
Jumlah Klinik KB
11
Unit
Jumlah Peserta KB
20254
Orang
Jumlah Akseptor KB Baru
4291
Orang
Jumlah Pasangan Usia Subur
25334
Pasangan

Jumlah Sekolah :
 
TK
72
Unit
SD Negeri / Swasta
53
Unit
MI
9
Unit
SLTP Negeri
2
Unit
SLTP Swasta
20
Unit
MTs
-
Unit
SMU Negeri
-
Unit
SMU Swasta
8
Unit
SMK
7
Unit
MA
1
Unit
WONOKROMO



Wonokromo Mau Dikemanakan?

Oleh; suparto wardoyo
Akankah wonokromo tersisa tinggal sekedar legenda atau menjadi serpihan sejarah dalam dinamika peradaban Kota Surabaya? Bagi warga Surabaya, Wonokromo memiliki bobot historis-psikologis dan watak sosio-budaya perkotaan yang monumental. Wonokromo dan Sawunggaling merupakan sentrum metropolitan Surabaya tempo doeloe. Dendang lagu “…semanggi suroboyo… lontong balap wonokromo…” adalah nyanyian keabadian yang melambangkan betapa pentingnya Wonokromo bagi arek-arek Suroboyo. Tetapi, apa yang sedang terjadi di kosmos Wonokromo?

Tataran ruang Wonokromo telah menyajikan alasan pembenar tentang singgungan kemajuan wilayah ini. Di Wonokromo bertengger seluruh jaringan kemasyarakatan Kota Surabaya. Altar Wonokromo menyuguhkan: Kebun Binatang Surabaya (KBS), Terminal Joyoboyo, Pintu Air Jagir dan Stasiun Kereta Api Wonokromo, serta etalase wewangian yang dapat dinikmati setiap malam di sepanjang rel kereta api sebagai “café jelata warga kumuh kota”.

Semua itu titik nadi penghayatan jatidiri Wonokromo. Kompleksitas Wonokromo merefleksikan kepedihan yang mendalam bagi warga kota yang acapkali terpinggirkan. Pembangunan Pasar Wonokromo dalam kerangkeng Darmo Trade Centre (DTC) agar sedikit gemerlap sebagai simbol “keagungan” dan “pintu gerbang” Kota Surabaya, tentu dapat diterima dengan catatan. Konstruksi pasar musti harus dapat diagendakan untuk “melayani jemaat” secara signifikan yang berasal dari semua segmen warga: dari kalangan elite sungguhan sampai pada yang “elite” (ekonomi sulit) beneran. Kawan-kawan pedagang kaki lima (PKL) dan “penduduk asli” pun seyogianya kooperatif demi terciptanya citra elegan Kota Surabaya. Publik harus dapat “dibuat” percaya bahwa belanja di Pasar Wonokromo (DTC) “pasti untung”. Kekhawatiran sepinya pembeli wajib di tepis dengan perubahan perilaku penjual: stop jualan keliling yang sembarangan.

Perluasan KBS secara planologis perkotaan sangat relevan. KBS dengan ukuran yang seperti ini tidak layak sebagai arena wisata yang mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat. KBS diniscayakan memiliki fungsi edukasi dan ekologis serta taman rekreasi yang higienis. Mendayagunakan KBS sebagai eco-tourism perlu dirancang dan direalisasikan dengan berbagai pertimbangan sosiologis dan kultural “alam sekitar”. Wisata berwawasan lingkungan di Kota Surabaya dapat dimulai dengan rancangan perluasan KBS. Melalui penataan areal dengan kelengkapan flora dan fauna yang rimbun akan menjadikan KBS sebagai paru-paru Kota Surabaya.

Perluasan lahan KBS dengan merelokasikan Terminal Joyoboyo (ke luar kota) berimplikasi pengurangan pada pencemaran udara. Penghijauan KBS dan Wonokromo menuju Bundaran Waru memiliki arti fundamental bagi penyehatan kota. Bundaran Waru yang saat ini ditimbuni tanah seperti lahan pemakaman dan dililit “tambang tol” amatlah memprihatikan. Dengan menghijaukan Wonokromo dan perluasan KBS serta relokasi Terminal Joyoboyo diharapkan kawasan Wonokromo terpotret seperti “adik” yang lagi khatam membaca kitab sucinya. Betapa riang dan santunnya Wonokromo. Bahagia sekali rasanya.

Bagaimana dengan Terminal Joyoboyo? Terminal ini memiliki kisah sejarah sangat melegenda. Di era Tahun 1980-an setiap anak yang diajak plesir ke Kota Surabaya merasa tidak lengkap apabila belum melintas dan singgah di Terminal Joyoboyo sebelum akhirnya berkunjung ke KBS. Terminal Joyoboyo mencerminkan mobilitas penduduk Kota Surabaya. Namun, merelokasi semua terminal yang ada di jantung Kota Surabaya perlu dipikirkan terus-menerus. Jangan ada lagi terminal dalam lorong-lorong kota yang sudah amat sesak.
Di dalam kota cukup diberi “halte-halte humanis” yang layak sebagai tempat transit menuju jurusan masing-masing penumpang. Transportasi kota dapat diatur dalam jenjang waktu tertentu dan pasti (per lima atau 10 menit). Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah untuk mewujudkan udara bersih sehingga seiring dengan program langit biru (“blue sky programme”). Relokasi tentu tidak boleh instan dan membahayakan kehidupan sosial. Anarkisme perencanaan kota tidak boleh terjadi. Tujuan mulia jangan sampai ambruk gara-gara metodologinya yang salah.

Bangunan Pintu Air Jagir dapat dijadikan sebagai aset wisata yang dapat mendatangkan devisa Negara. Nilai kesejarahan Pintu Air Jagir ini dapat dipromosikan kepada para wisatawan domestik maupun Belanda yang memiliki “relasi hitam” masa silam. Kondisi Pintu Air Jagir sekarang ini seperti “tugu tak bertuan”. Padahal, para pelancong (terutama dari Belanda) yang berkunjung ke Surabaya ingin sekali menyaksikan semua pintu air di Surabaya, tak terkecuali Pintu Air Jagir: Apa sudah sedemikian sibuknya para penyelenggara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, sehingga tidak sempat lagi memoles potensi yang ada di Jagir?

Langkah memperindah Wonokromo membawa implikasi lanjutan berupa pembersihan Kali Wonokromo dan Kalimas secara total. Pintu Air Jagir dapat dijadikan tonggak awal wisata air dari kawasan Surabaya Selatan. Wisata air memang membutuhkan perahu-perahu molek yang kondusif bagi perpelesiran di sepanjang aliran sungai.

Dari Dam Jagir inilah wisatawan (diimpikan) dapat menelusuri (“beningnya”) aliran sungai di Kawasan Timur: Jagir Wonokromo, Panjang Jiwo, Kedung Baruk, Wonorejo Rungkut, Wonorejo Tambak sampai ke Selat Madura. Ke Barat wisatawan dapat menelusuri “indahnya”: Pulo Wonokromo, Gunungsari, Karah, sampai pada Karang Pilang Barat. Ke Utara wisatawan dapat menjelajahi: Ngagel, Dinoyo, Keputran, Kayun, Ketabang, Peneleh, Jembatan Merah, dan berakhir di Tanjung Perak (Selat Madura).

Kapan hal itu menjadi kenyataan? Surabaya benar-benar seperti Paris yang memiliki Sungai Siene (“Croisiere sur la Siene”) yang mempesona dan Kota Surabaya memang punya itu. Tetapi, kenapa dijadikan bak sampah ketimbang taman wisata? Siapa yang salah? Kita semua warga Kota Surabaya yang memikul dosa ekologis ini.

Menata Wonokromo harus didasarkan pada kondisi geografis dan nilai sosiologisnya. Wonokromo dapat disulap sebagaimana digambarkan John Eade (1997): untuk memproyeksikan sebuah kota yang masuk jaringan “living the global city” yang menurut Peter Hall (1998) dirajut pada konteks “cities of tomorrow”. Disinilah kebenaran filosofi bangunan Kota Nabi Madina Al-Munawwarah yang dapat ditiru dan sudah semestinyalah direalisir di Kota Surabaya.

Kekumuhan dan kesemrawutan Wonokromo harus menjadi renungan besar mengenai kebangunan Kota Surabaya. Kita semua harus terbebas dari sindrom dan paradigma neriman yang salah. Kesadaran dan pencerahan untuk membangun kota beradab yang bermula dari ajaran anadhofatu minal iman yang begitu lekat bagi pengikut Muhammad SAW kapan dapat diwujudkan? Sebagai warga Kota Surabaya tentu kita tidak ingin menyaksikan pundi-pundi kegersangan Kota Surabaya. Bukankah tidak ada yang dibanggakan dari sebuah kota yang keropos segala dimensinya?

Kota Surabaya telah tumbuh liar tanpa kendali dan perencanaan. Kemauan untuk mendesain ulang Wonokromo selayaknya disambut dengan pemahaman bahwa warga Wonokromo senantiasa hidup dalam genggaman hak-hak konstitusional “atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” (Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945). Apa yang kita saksikan dalam “galeri” Wonokromo? Itulah yang perlu dipikirkan dan dikerjakan oleh Pemkot Surabaya.

Dari mana datangnya dana untuk membangun “Wonokromo”? gampang saja. Hapus anggaran-anggaran legal yang tidak berkeadilan berupa uang tunjangan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya. Mari jadikan membangun Wonokromo sebagai ujian “ketulusan publik” bagi semua anggota DPRD. Anggota DPRD tidak perlu anggarantunjangan perikerjaan. Bukankah terdapat kesan bahwa warga Surabaya “tidak menganggap” lagi keberadaan DPRD, bahkan pernah terbersit minta dibubarkan saja.

Maka anggaran tunjangan DPRD dapat digunakan untuk kesejahteraan warga, termasuk yang tinggal di zona Wonokromo. Rumah-rumah susun dapat dibangun dari alokasi anggaran tunjangan DPRD yang miliaran rupiah. Rumah-rumah tersebut diperuntukkan bagi korban penggusuran di sepanjang Kali Wonokromo, Kalimas, maupun Kali Surabaya. Bukankah DPRD perlu “mencuri hati” agar warga mencintainya? Dewan dan Walikota ada di dalam kontrol warga. DPRD yang sekarang boleh saja kerja tanpa anggaran tunjangan demi warga. Coba mau apa tidak? Alasannya sederhana. Bagaimana mungkin mereka dengan “riangnya” menerima pendapatan sebagai anggota DPRD, padahal tuannya sendiri (warga Kota Surabaya) masih banyak yang menderita? Dalam bahasa vulgarnya: masak anggota DPRD berpendatan lebih besar dari bosnya sendiri. Apa itu wajar? Kecuali DPRD yang “kurang belajar”.
Kilang Minyak Pertama di Indonesia Ternyata Ada di Wonokromo, Surabaya

Tahukah kamu kilang minyak pertama yang ada di Indonesia di mana ? Cepu ? Bukan, kilang minyak pertama itu ada di daerah Wonokromo, Surabaya. Berikut beberapa catatan yang berhasil GNFI himpun dari berbagai sumber.
Jauh sebelum Perang Dunia II dan perang kemerdekaan, perusahaan-perusahaan minyak asing telah membangun kilang minyak di beberapa tempat di Indonesia seperti Wonokromo, Pangkalan Berandan, Cepu, Balikpapan, Plaju, dan Sungai Gerong.
Kilang Wonokromo merupakan kilang pertama dan tertua di Indonesia. Dibangun pada tahun 1889 setelah ditemukan minyak di daerah konsesi Jabakota dekat Surabaya oleh De Dordtsche Petroleum Maatschappij.
Dalam perang kemerdekaan para pejuang berusaha merebut dari Jepang penguasaan atas pembekalan BBM di dalam negeri beserta sarana penimbunan dan pengangkutannya. Usaha tersebut tidak berjalan lancar karena kedatangan kembali Belanda dalam pasukan NICA. Terjadilah bentrokan senjata antara pejuang Indonesia dan tentara Belanda.


(Kilang Minyak Wonokromo/fotoleren.nl)
(Kilang Minyak Wonokromo/fotoleren.nl)

Sebagai akibat serbuan Belanda dalam Agresi I Belanda tahun 1947, wilayah Indonesia terpecah menjadi dua daerah kekuasaan, yaitu daerah kekuasaan Republik Indonesia dan daerah kekuasaan Belanda.
Daerah kekuasaan Belanda terutama daerah yang memiliki potensi ekonomi yang menguntungkan Belanda. Karena terpecahnya kedua daerah kekuasaan itu, terjadi pemisahan dalam penyediaan BBM.
Sebelum Agresi I Belanda, Cepu dan sekitarnya menjadi penyedia BBM yang utama untuk Pulau Jawa. Hal ini karena Kilang Wonokromo hancur oleh pemboman tentara Sekutu.
Sementara itu, Gerretson dalam bukunya menuturkan, bahwa setelah Stoop berhasil menemukan minyak di desa Kuti pada tahun 1888, ia membuat kilang kecil di desa Medang, tidak jauh dari desa Kuti. Kilang ini yang kapasitasnya satu “cikar” sehari atau 8000 peti per tahun, dibangun sebagai percobaan, yang pada akhir tahun 1888 dihentikan.
Produk yang selama itu dikumpulkan dipasarkannya pada tahun 1889. Pada tahun 1890 diambil keputusan untuk membangun kilang yang lebih besar di Wonokromo, antara kanal ke sungai Brantas dan stasiun kereta api Wonokromo.
Surabaya dan sekitarnya yang berpenduduk padat merupakan daerah pemasaran yang sangat baik bagi minyak lampu hasil Kilang Wonokromo. Produk kilang dijual dalam jumlah besar kepada pembeli yang datang sendiri ke kilang dengan membawa kaleng-kaleng bekas minyak lampu produk Amerika untuk kemasannya.
Pada Tahun 1911 Kilang Wonokromo dibeli oleh BPM dan dioperasikan bersama Kilang Cepu. Sampai pada akhirnya tahun 1972 Pertamina memiliki 8 kilang minyak. Kilang Pangkalan Berandan, Kilang Plaju, Kilang Wonokromo, Kilang Dumai, Kilang Sungai Pakning, Kilang Sungai Gerong, Kilang Balikpapan, dan Kilang Cepu.


Sumber : (Warta Pertamina, Cerita Sby, dan dari berbagai sumber lain)
Sumber Gambar Sampul : ilustrasi/tribunnews 
Editor yf/gnfi
PANDUAN METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1.              LATAR BELAKANG
Ø Dalam era reformasi (dan situasi peluberan informasi global) maka masih diperlukan keberadaan kelompok informasi masyarakat.
Ø Kondisi sebagian masyarakat yang belum memiliki kemampuan memadai untuk menelaah muatan informasi, baik karena faktor sosial (edukatif), ekonomis maupun kultural.
Ø Keterbatasan akses dan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan informasi (blank spot area)
Ø Kondisi geografis Indonesia yang tersebar dalam berbagai pulau, menyebabkan kendala kesenjangan informasi dikalangan masyarakat terpencil maupun di perbatasan.
Ø Peran pemerintah di bidang informasi dan komunikasi dalam era Reformasi, Otonomi dan Desentralisasi yang semakin terbatas, sehingga menimbulkan kegamangan dalam diseminasi informasi; sementara masyarakat masih membutuhkannya, terutama didaerah terpencil, perbatasan dan kawasan perdesaan.
Ø Potensi sumberdaya informasi dalam masyarakat yang belum terolah dan termanfaatkan secara optimal.
Ø Perlu membangun kemampuan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan informasi.

2.              PENGERTIAN
a.   KIM 
        Organisasi sosial yang bersifat wirausaha, bergerak dalam bidang pengelolaan informasi dan komunikasi  yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat.
b.  PEMBERDAYAAN
Ø Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan KIM  melalui berbagai jalur dari tingkat lokal, wilayah dan nasional.
Ø Aktivitas pengembangan masyarakat dalam berbagai jenis kegiatan atau sejenis.
Ø Kegiatan yang tumbuh, berkembang dan berasal dari, oleh dan untuk masyarakat.
Ø Mitra sejajar dalam kegiatan diseminasi informasi publik
3.              MAKSUD DAN TUJUAN
a.   Maksud
Ø Wahana masyarakat untuk memperoleh, dan menyalurkan informasi
Ø Sumber informasi yang terpercaya, aktual dan faktual bagi masyarakat
b. Tujuan
Ø Memenuhi kebutuhan informasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat
Ø untuk meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan
Ø Meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan masyarakat dan Meningkatkan kualitas SDM dalam mendukung keberhasilan pembangunan

4.  METODA PENDEKATAN
a. Pengolahan informasi
Ø Mendengarkan, memirsa, mendiskusikan
Ø Menganalisa
Ø Menyebarkan informasi
  b. Koordinasi kegiatan
Ø Tim pembina kegiatan
Ø Keterpaduan program antar wilayah, sektor dan tingkatan secara berjenjang
Ø Mekanisme dan prosedur pemberdayaan
  c. Moda kegiatan pengelolaan informasi dan komunikasi: Multi moda
Ø  Media massa (cetak, audio/audio visual dan elektronika)
Ø  Tatap muka
Ø  Media tradisional/ konvensional
Ø  Media baru (internet, convergent media)

5.              FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Ø Iman dan taqwa
Ø Kapasitas multipliying effect
Ø Filtering skills ( factual, obyektif dan non partisan)
Ø Aktivitas pemberdayaan lintas sektoral
Ø Leadership dan managerial skill
Ø Loyalitas dan berwibawa
Ø Jujur dan bertanggungjawab
Ø Relawan (gotong royong)
Ø Motivator, mobilisator, dinamisator, fasilitator serta tutor (dan kontraktor).

6.              PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN
Ø Pendampingan terhadap kegiatan, bukan bersifat pengarahan
Ø Semangat gotong royong dan rasa kebersamaan
Ø Komunikasi timbal balik (dua arah, interaktif)
Ø Kemandirian dan kewirausahaan
Ø Unsur penunjang kegiatan usaha pemberdayaan (produksi, ekonomi, dst)
Ø Tidak berdiri sendiri, kerjasama dengan kelompok lain
Ø Menjembatani kegiatan kerjasama dalam masyarakat
Ø Transparansi informasi
Ø Kesejajaran
Ø Akuntabilitas
Ø Komitmen untuk melanjutkan reformasi

7.              ELEMEN  PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Ø Organisasi
Ø SDM
Ø  Pendanaan
Ø Sarana dan prasarana
Ø Stakeholder Pemerintah, swasta dan masyarakat

8.              TEKNIK  & METODA PEMBERDAYAAN
Ø Studi banding
Ø Workshop, temu wicara, sarasehan, lokakarya
Ø Diseminasi informasi
Ø Anjangsana
Ø Diskusi, Dialog
Ø Karyawisata
Ø Pendidikan dan latihan
Ø Management training
Ø Advokasi (litigasi, paralegal)
Ø Mediasi, konsultasi

9.              TAHAP KEGIATAN  PEMBERDAYAAN
Ø Pendataan, Inventarisasi permasalahan
Ø Penelusuran kebutuhan Information
Ø Klasifikasi tahap pengembangan KIM
Ø Implementasi Kegiatan pemberdayaan
Ø Evaluasi dan monitoring

10.       EVALUASI KEGIATAN PEMBERDAYAAN
Ø Monitoring
Ø Perencanaan kegiatan
Ø Mekanisme pemberdayaan KIM (kompetisi, pemberian penghargaan yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk KIM)
Ø Pengembangan

11.       PEMBANGUNAN KOMUNITAS
Ø Semangat desentralisasi dan otonomi dalam mengatur pembangunan daerah, perlu keseimbangan dana dekonsentrasi
Ø Kolaborasi dengan tingkat kabupaten, propinsi, nasional (penyertaan swasta dan LSM?)
Ø Pengembangan jaringan kerjasama dengan pemerintah dan swasta serta pihak terkait (concerned)
Ø Rancang bangun untuk dukungan kegiatan pembangunan (dana dst)

Bandung, 5 Oktober 2004
Kelompok Diskusi Pemberdayaan KIM

Ketua        :
I Made Berati, SH

Sekretaris :
Saraswati, SH

Pelapor     :
R. Panji Eka Nurpatria, SIP
Pemberdayaan KIM
Pemberdayaan KIM ialah upaya memberikan penguatan agar KIM bisa melakukan aktifitas sesuai dengan fungsi umum KIM (generic) dan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (kontekstual). Kebutuhan tersebut juga yang melibatkan berbagai elemen sosial, seperti: pemerintah (eksekutif), partai politik, DPR/MPR (legislatif), penegak hukum (yudikatif), pengusaha, media massa, kelompok kepentingan (LSM) dan kelompok penekan (pressure group). Dipaparkan juga pembagian peran dari penyelenggara pengembangan dan pemberdayaan KIM, baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta peran elemen masyarakat lainnya seperti swasta, media massa dan lembaga masyarakat.

Untuk meningkatkan kinerja pengembangan dan pemberdayaan KIM, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota wajib melakukan evaluasi secara langsung dan berkala terhadap keberdaan dan peranan KIM. Hasil evaluasi memuat kegiatan pengembangan dan pemberdayaan yang telah dilaksanakan. Bentuk kegiatan pemberdayaan yang dapat dilakukan diantaranya:
- Menerbitkan & mendistribusikan berbagai referensi;
- Pelatihan dan pendidikan SDM; 
- Mengikutsertakan KIM dalam kegiatan pemerintah; 
- Mengembangkan jaringan antar KIM; 
- Membuka jaringan KIM ke institusi terkait; 
- Mendistribusikan bahan informasi untuk KIM; 
- Pengenalan dan peningkatan pemahaman dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Peran KIM

Informasi menjadi “barang” yang paling berharga saat ini dan menjadi “alat” untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk memperoleh dan mengelola informasi butuh partisipasi aktif dari masyarakat itu sendiri. Diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat dengan mengembangkan paradigma komunikasi dengan masyarakat(communication with the people) bukan lagi komunikasi untuk masyarakat (communication for the people)

Dengan latar belakang tersebut maka dibentuklah Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang yang merupakan konsep alternative dalam mengatasi hambatan informasi di lingkungan masyarakat terutama masyarakat pedesaan. KIM adalah suatu lembaga layanan publik yang diebntuk dan dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat yang secara khusus berorientasi pada layanan informasi dan pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhannya. 
Peran KIM adalah untuk:
  1. - Mengelola Informasi mulai dari menyerap, mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan mendiseminasikan informasi kepada pihak yang berkompeten 
  2. - Mengembangkan kualitas SDM masyarakat di bidang informasi agar menjadi insan informasi yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan pembangunan
  3. - Menjembatani informasi antara masyarakat dan pemerintah dalam penyebaran informasi dan penyerapan serta penyerapan aspirasi

Contact Me

Get in touch